JAKARTA, Mediagempita.com — Rencana pemerintah memungut pajak 0,5 persen dari transaksi toko online memicu penolakan dari kalangan legislatif. Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, menegaskan negara seharusnya mendampingi pelaku UMKM digital, bukan justru menambah beban mereka.
Menurut Mufti, pelaku usaha kecil yang mengandalkan platform digital sudah menghadapi berbagai potongan biaya, mulai dari komisi marketplace, biaya promosi, sampai ongkos kirim yang kian mahal. “Jangan sampai mereka makin tertekan hanya karena kebijakan yang kurang matang,” kata Mufti, Jumat (27/6/2025).
Ia menilai pemerintah perlu berhati-hati agar semangat keberpihakan pada ekonomi kerakyatan tidak tercoreng. “Kalau kebijakan ini diterapkan tanpa perhitungan, itu sama saja menikam kepercayaan rakyat,” ujarnya.
Mufti juga meminta agar kebijakan ini ditunda sementara sampai ada perbaikan skema, penyesuaian aturan, dan dukungan nyata untuk UMKM online. Menurutnya, penarikan pajak harus diiringi perlindungan, pembinaan, hingga insentif agar pelaku usaha tetap bisa berkembang.
Di sisi lain, pihak Direktorat Jenderal Pajak menegaskan pungutan ini bukan pajak baru, melainkan cara penarikan yang disesuaikan agar lebih transparan melalui marketplace. Namun demikian, Mufti menekankan bahwa yang dibutuhkan pelaku UMKM justru keberpihakan pemerintah di lapangan.
“Kalau mau menertibkan pajak, ya dampingi dulu rakyatnya. Jangan dilepas begitu saja tapi diminta setor terus,” tegasnya.
Rencana pungutan 0,5 persen ini ditujukan bagi pedagang online dengan omzet Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar per tahun. Proses regulasi masih berjalan, namun Mufti mendesak pemerintah membuka ruang dialog dengan pelaku usaha dan penyedia platform sebelum kebijakan ini benar-benar diterapkan.(red)