Nasional
Beranda / News / Nasional / Fadli Zon Klarifikasi Soal Tragedi Pemerkosaan 1998, Respons Publik Meningkat

Fadli Zon Klarifikasi Soal Tragedi Pemerkosaan 1998, Respons Publik Meningkat

Jakarta, Mediagempita.com
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menjadi sorotan publik setelah pernyataannya mengenai tragedi pemerkosaan dalam kerusuhan Mei 1998 menuai kecaman dari berbagai pihak. Dalam klarifikasinya, Fadli menegaskan bahwa dirinya tidak membantah terjadinya kekerasan seksual pada masa tersebut, namun menyebut istilah “pemerkosaan massal” masih menjadi perdebatan akademik dan hukum.

Fadli menyampaikan bahwa historiografi peristiwa kelam tersebut sebaiknya disusun berdasarkan bukti yang sahih dan dapat dipertanggungjawabkan. Ia menyoroti bahwa narasi yang berkembang selama ini belum didukung oleh data lengkap mengenai jumlah korban, identitas pelaku, maupun dokumentasi medis.

“Saya tidak pernah menolak adanya kekerasan seksual. Saya mengecam setiap bentuk kekerasan terhadap perempuan. Namun penggunaan istilah ‘massal’ memerlukan dasar hukum dan akademik yang kuat,” ujar Fadli dalam keterangannya, Minggu (16/6).

Pernyataan tersebut langsung mendapat reaksi keras dari berbagai kalangan. Komnas Perempuan menyayangkan sikap Fadli yang dinilai berpotensi mengaburkan jejak kekerasan dan menambah luka bagi para penyintas.

“Laporan resmi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) pada tahun 1998 telah mencatat 85 kekerasan seksual, termasuk 52 kasus pemerkosaan. Ini bukan isu yang bisa dianggap remeh atau diragukan,” tegas perwakilan Komnas Perempuan.

Penyelidikan Dihentikan, Hendry Ch Bangun Lega: Tak Ada Unsur Pidana

Koalisi Masyarakat Sipil dan sejumlah akademisi menuding Fadli berusaha menghapus bagian penting dari sejarah kekerasan terhadap perempuan Tionghoa saat reformasi. Mereka menilai pernyataan Fadli melemahkan perjuangan keadilan bagi para korban yang hingga kini belum mendapat pemulihan menyeluruh.

Sementara itu, Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menyampaikan agar publik menyerahkan penulisan ulang sejarah kepada sejarawan profesional. Ia mengimbau agar persoalan ini tidak dipolitisasi dan disikapi dengan kehati-hatian.

“Biarkan sejarawan yang menyusun narasi berdasarkan bukti ilmiah. Pemerintah tidak akan mengintervensi proses penulisan sejarah,” ujar Hasan.

Kontroversi ini memperlihatkan pentingnya kepekaan dalam mengangkat isu kemanusiaan, terutama yang melibatkan trauma dan penderitaan korban. Penulisan sejarah bukan hanya soal akurasi data, tetapi juga soal empati dan keadilan.(red)

Kemendag: Dunia Tak Baik-baik Saja, Indonesia Perkuat Strategi Ekspor
×
×