Jakarta, Mediagempita.com – Pemerintah menyampaikan bahwa ketentuan terkait upaya paksa dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) tidak akan diberlakukan untuk lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, dan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Hal tersebut disampaikan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej, dalam rapat bersama Komisi III DPR RI. Ia menjelaskan bahwa pengecualian ini bertujuan untuk tetap memberikan ruang hukum bagi penyidikan tindak pidana khusus, termasuk korupsi, narkotika, dan terorisme.
“Upaya paksa seperti penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, dan penyadapan dalam RUU KUHAP tidak berlaku bagi penyidik KPK, Kejaksaan, dan TNI. Mereka tetap mengacu pada hukum acara khusus masing-masing,” ujar Edward.
Menurut dia, prinsip hukum yang digunakan dalam hal ini adalah lex specialis derogat legi generali, yang berarti hukum khusus mengesampingkan hukum umum.
Dalam draf RUU KUHAP, ketentuan tersebut antara lain tertuang dalam Pasal 87 ayat (4) yang menyebutkan secara eksplisit bahwa aturan penangkapan tidak berlaku bagi penyidik dari Kejaksaan, KPK, dan penyidik tertentu di TNI, seperti Polisi Militer dan penyidik TNI AL.
Edward juga menjelaskan bahwa tindakan penyadapan akan tetap menjadi kewenangan masing-masing lembaga berdasarkan undang-undang yang mengaturnya secara khusus. RUU KUHAP sendiri hanya mengatur penyadapan secara umum dan mengusulkan agar teknis pelaksanaannya diatur lewat undang-undang tersendiri.
Sebelumnya, sejumlah lembaga seperti Badan Narkotika Nasional (BNN) juga meminta agar penyidiknya dikecualikan dari ketentuan KUHAP agar tidak berada di bawah koordinasi Polri dalam menangani kasus narkotika.
RUU KUHAP saat ini masih dalam tahap pembahasan di DPR. Pemerintah menargetkan revisi KUHAP dan KUHP bisa rampung dalam periode pemerintahan saat ini.(red)