Jakarta,Mediagempita.com – Kasus dugaan penamparan seorang siswa oleh Kepala Sekolah SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, yang viral di media sosial, terus menuai perhatian publik. Peristiwa tersebut terjadi ketika seorang siswa kedapatan merokok di dekat kantin sekolah saat jam pelajaran berlangsung. Kasus ini kemudian dilaporkan ke pihak kepolisian dan memicu aksi mogok sekolah oleh sekitar 630 siswa yang menuntut agar kepala sekolah tersebut dicopot dari jabatannya.
Menanggapi hal ini, Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (Peradi SAI) Jakarta Utara, Carrel Ticualu, memberikan pandangan hukum sekaligus etika pendidikan. Ia menegaskan bahwa tindakan kekerasan fisik terhadap siswa tidak dapat dibenarkan dalam alasan apapun, terlebih dilakukan oleh seorang pendidik yang memegang tanggung jawab moral dalam pembinaan karakter anak.
“Penamparan terhadap siswa yang bandel dan seringkali melanggar disiplin tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun, apalagi dilakukan oleh seorang pendidik yang juga kepala sekolah,” ujar Carrel Ticualu di Jakarta, Selasa (15/10/2025).
Menurutnya, dalam menghadapi siswa yang melanggar tata tertib, pendidik seharusnya menempuh langkah-langkah pembinaan yang sesuai dengan norma hukum dan kode etik profesi guru.
“Pendidik sebaiknya menegakkan disiplin dengan membuat aturan tertulis disertai sanksinya. Misalnya, memanggil orang tua atau wali siswa yang bermasalah, memberikan surat peringatan, hingga skorsing atau pemberhentian bila diperlukan,” jelasnya.
Carrel menilai, tindakan kekerasan di lingkungan pendidikan tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mencederai nilai-nilai kemanusiaan dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan.
“Sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman dan kondusif bagi pembentukan karakter. Bila kekerasan dijadikan cara untuk mendidik, maka nilai-nilai pendidikan itu sendiri akan luntur,” tegasnya.
Dalam konteks hukum, Carrel menjelaskan bahwa kekerasan terhadap siswa dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, terutama bila menimbulkan trauma fisik maupun psikologis.
Lebih jauh, ia menyarankan agar penyelesaian kasus dilakukan dengan cara damai dan edukatif.
“Kepala sekolah yang telah melakukan kekerasan sebaiknya meminta maaf kepada siswa dan orang tuanya melalui mediasi yang difasilitasi oleh Dinas Pendidikan setempat. Proses hukum bisa berjalan, tapi pendekatan kemanusiaan harus tetap diutamakan,” katanya.
Carrel juga berharap pihak kepolisian mengedepankan restorative justice agar kasus ini menjadi pembelajaran bersama dan tidak menimbulkan dampak negatif berkepanjangan di lingkungan sekolah.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten, Lukman, turut memberikan tanggapan resmi. Ia menegaskan bahwa pihaknya telah menonaktifkan sementara Kepala SMAN 1 Cimarga untuk menjaga kondusivitas proses belajar mengajar di sekolah tersebut.
“Kami sudah menonaktifkan sementara kepala sekolah agar situasi di sekolah kembali kondusif. Kami juga sedang melakukan pemeriksaan internal dan akan menyerahkan hasilnya kepada Badan Kepegawaian Daerah (BKD) untuk penentuan sanksi selanjutnya,” ujar Lukman dikutip dari pernyataannya, Senin (14/10/2025).
Lukman juga menegaskan bahwa tindakan siswa yang merokok di kawasan sekolah tetap akan dikenai sanksi, karena melanggar tata tertib sekolah.
“Sekolah adalah kawasan bebas rokok, jadi siswa yang melanggar tetap akan diberikan sanksi pembinaan,” tambahnya.
Sementara berdasarkan laporan dari Cabang Dinas Pendidikan Lebak, kegiatan belajar mengajar di SMAN 1 Cimarga telah kembali normal sejak Senin pagi (14/10), setelah sempat dihentikan karena aksi mogok siswa.
Carrel menutup pernyataannya dengan mengingatkan bahwa disiplin dan ketegasan guru tetap penting, namun harus dilakukan dalam koridor hukum dan kemanusiaan.
“Guru boleh tegas, tapi tidak boleh melampaui batas. Pendidikan harus menanamkan disiplin tanpa kekerasan,” tutupnya.(red)
