Jakarta, Media Gempita.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menelusuri dugaan keterlibatan oknum di Direktorat Jenderal Imigrasi dalam praktik pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Terbaru, mencuat pula informasi mengenai dugaan praktik serupa di Subdirektorat Visa yang kini menjadi sorotan publik.
Isu ini mencuat setelah beredarnya rekaman suara yang menyingkap adanya permintaan sejumlah uang untuk mempercepat proses pengajuan visa. Dalam rekaman tersebut, seorang narasumber mengeluhkan lamanya proses pengurusan visa yang biasanya dapat selesai dalam empat hari kerja, namun molor hingga lebih dari delapan hari tanpa kejelasan.
“Kami merasa dirugikan sejak dipimpin oleh kasubdit visa yang baru. Kami sudah membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), tetapi visa tidak kunjung selesai,” ujar seorang narasumber yang diduga merupakan agen visa di Jakarta.
Narasumber tersebut juga mengungkap adanya dugaan kewajiban membayar biaya tambahan secara tidak resmi agar proses pengurusan visa bisa dipercepat. Namun, tidak disebutkan secara rinci nilai nominal yang diminta.
“Kami sudah bayar PNBP sesuai aturan, tapi tetap diminta membayar tambahan agar visa bisa diproses cepat,” lanjutnya.
Informasi yang beredar menyebut bahwa dugaan praktik pemerasan ini melibatkan oknum Kasubdit Visa beserta jaringan yang tersebar di sejumlah daerah, seperti Batam, Jakarta, Medan, hingga Bali. Yang mengejutkan, salah satu oknum yang disebut dalam laporan tersebut diketahui merupakan mantan penyidik KPK.
Jika benar, hal ini menjadi sangat ironis mengingat integritas yang semestinya melekat pada seorang mantan penyidik lembaga antirasuah.
Mengacu pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 22 Tahun 2023, permohonan visa semestinya diselesaikan dalam waktu empat hari kerja sejak tanggal pembayaran PNBP. Namun, dalam sejumlah kasus, proses pengurusan visa justru melebihi batas waktu tersebut tanpa adanya penolakan resmi.
“Kami rugi karena tiket yang sudah dijadwalkan menjadi hangus. Ini jelas kerugian finansial bagi kami,” ujar narasumber lain dalam rekaman berdurasi 58 detik itu.
Dalam rekaman yang sama, disebutkan bahwa visa dapat diselesaikan dalam satu hingga dua hari apabila pemohon bersedia membayar biaya tambahan melalui pihak tertentu.
“Kalau ingin percepatan, harus membayar uang tambahan lewat orang yang ditunjuk,” katanya.
Sumber tersebut bahkan menantang agar Subdirektorat Visa diaudit guna membuktikan adanya praktik yang diduga menyimpang tersebut.
Menanggapi hal ini, Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto, menyatakan pihaknya menghormati proses hukum yang tengah berlangsung. Hal tersebut disampaikan di sela acara penandatanganan kerja sama antara Polri dan Imigrasi di Hotel Shangri-La, Jakarta, pada awal Agustus 2025.
“Kami harus mendukung proses hukum yang sedang berjalan. Itu memang berkaitan dengan ketenagakerjaan, jadi kami siap mengikuti semuanya,” ujar Agus, Senin (4/8/2025).(tim)