JAKARTA,Mediagempita.com – Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polkam) menanggapi serius hasil riset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terkait paparan ideologi ekstrem di kalangan mahasiswa Indonesia.
Hasil penelitian BRIN yang dilakukan pada 2022–2024 menunjukkan bahwa sekitar 11–13% mahasiswa dari 32 perguruan tinggi di Indonesia pernah terpapar konten anti-Pancasila melalui media sosial. Bahkan sebagian dari mereka menyatakan bahwa Pancasila tidak lagi relevan dan dianggap bertentangan dengan syariat Islam.
Media Sosial Jadi Kanal Utama
Menurut tim peneliti BRIN, media sosial merupakan salah satu kanal utama penyebaran paham radikal dan ideologi ekstrem ke kalangan muda.
Dalam pertemuan audiensi yang digelar pada Selasa (16/7) di Jakarta, tim BRIN menyampaikan temuan tersebut kepada Kedeputian V Bidang Komunikasi dan Informasi Kemenko Polkam. Mereka mendorong adanya koordinasi lintas kementerian dan lembaga, agar hasil riset ini bisa menjadi dasar kebijakan strategis nasional.
Perlu Pendekatan Sistemik
Menanggapi temuan itu, Kemenko Polkam menyampaikan apresiasi dan menyatakan perlunya pendekatan sistemik dalam membina ideologi kebangsaan generasi muda, khususnya mahasiswa.
“Penanganan tidak cukup hanya melalui pengawasan media sosial, tetapi juga perlu pembinaan sejak usia dini melalui pendidikan, keluarga, dan komunitas,” ujar Asisten Deputi Media, Komunikasi, dan Informasi Kemenko Polkam.
Perkuat Koordinasi Lintas Lembaga
Kemenko Polkam juga mendorong BRIN untuk menjalin koordinasi tidak hanya dengan pihaknya, tetapi juga dengan Kemenko PMK, Kemendikbudristek, Kementerian Agama, dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Langkah ini diperlukan untuk menyusun strategi terpadu dalam memperkuat ketahanan ideologis generasi muda, khususnya di era digital yang sarat konten tak terverifikasi.
Rencana Forum Strategis Nasional
Dalam pertemuan tersebut, disepakati pula pentingnya pembentukan forum koordinasi antar kementerian/lembaga untuk merumuskan kebijakan dan strategi nasional dalam menghadapi paparan ideologi ekstrem di lingkungan pendidikan dan media digital.(red)