Tel Aviv, Mediagempita.com — Konflik bersenjata antara Israel dan Iran yang berlangsung selama 12 hari bukan hanya mengguncang stabilitas kawasan Timur Tengah, tetapi juga meluluhlantakkan perekonomian Israel. Data sementara menyebutkan, perang ini telah menyebabkan kerugian mencapai puluhan miliar dolar AS, termasuk biaya militer, kompensasi warga, hingga kerusakan infrastruktur vital.
Menurut laporan yang dirilis Wall Street Journal dan dikutip Sindonews, Israel menghabiskan lebih dari USD 5 miliar hanya dalam tujuh hari pertama konflik. Biaya operasional harian ditaksir mencapai USD 725 juta, sebagian besar dialokasikan untuk operasi militer dan sistem pertahanan seperti Iron Dome dan David’s Sling.
Mobilisasi lebih dari 450.000 pasukan cadangan juga menyumbang beban anggaran besar. Selain itu, lebih dari 36.000 warga Israel dilaporkan mengajukan klaim kerusakan akibat serangan udara dari Iran, termasuk kehancuran rumah, fasilitas umum, dan usaha kecil.
Kondisi ini diperparah oleh lumpuhnya sektor energi. Kilang minyak di Haifa dan fasilitas energi Bazan mengalami kerusakan dan terhenti total, menyebabkan kerugian sekitar USD 3 juta per hari. Bandara internasional Ben Gurion sempat ditutup sementara, mengganggu ribuan penerbangan dan logistik nasional.
Menteri Keuangan Israel menyatakan bahwa dampak jangka panjang dari perang ini berpotensi mendorong defisit anggaran di atas 6% dari PDB, sementara rasio utang nasional bisa menembus 75%. Mata uang shekel sempat melemah tajam sebelum akhirnya distabilkan lewat intervensi bank sentral.
Sementara itu, pasar minyak global sempat bereaksi dengan lonjakan harga Brent hingga 11%, dipicu kekhawatiran bahwa Iran akan menutup Selat Hormuz, jalur pengiriman minyak utama dunia. Meski harga kembali stabil, investor global tetap waspada terhadap kemungkinan eskalasi lanjutan.
Hingga saat ini, situasi relatif tenang setelah diberlakukannya gencatan senjata tidak resmi yang dimediasi oleh pihak internasional, termasuk Amerika Serikat. Namun belum ada tanda-tanda akan terbentuknya kesepakatan damai jangka panjang antara kedua negara.
Konflik ini menjadi peringatan keras akan rentannya stabilitas regional dan potensi domino ekonomi global akibat konflik geopolitik. Dunia internasional mendesak kedua pihak untuk menahan diri dan menempuh jalur diplomatik guna mencegah krisis lanjutan.(red)